TUGAS ILMU SOSIAL DASAR 8
EVI DWI MELIANA
12116411
1KA08
INILAH, Bandung -Pembelajaran dan pemahaman ajaran agama yang
tidak utuh sering menjadi pemicu terjadinya intoleransi antar umat
beragama di Indonesia. Selain bisa mengikis toleransi, hal ini pun bisa
menciptakan pemahaman ekstrimis di masyarakat.
Dikatakan
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat A. Buchori,
intoleransi yang terjadi di masyarakat terjadi akibat adanya
pengetahuan yang tidak sempurna dari ajaran agama. Hal ini disebabkan
oleh tidak komprehensifnya dalam mempelajari ilmu agama.
Padahal
menurutnya, agama tidak pernah mengajarkan umatnya agar bertindak di
luar perdamaian, bahkan agama menciptakan rasa kebersamaan dan
kemanusiaan.
"Tidak ada agama yang mengajarkan
kebencian, permusuhan, intoleransi. Ketika ada intoleransi, berarti ada
benang merah yang terputus," kata dia saat memperingati Hari Amal Bakti
ke-71 Kementerian Agama tingkat Provinsi Jabar, di Bandung, Selasa
(3/1/2017).
Sehingga pihaknya meminta agar
masyarakat mempelajari ilmu agama secara utuh dan menyeluruh. Sebab
ketika mempelajari secara utuh tidak akan lagi salah tafsir dalam
pengaplikasiannya.
"Ketika agama dipahami sebagian, maka tentunya sebagian-sebagian pula yang bisa dilakukan," katanya.
Oleh
karena itu, guna menjadikan keutuhan nilai-nilai agama dan menjaga
keutuhan tersebut dibutuhkan peran dari tokoh agama. Sebab tokoh agama
merupakan penyampai ilmu keagamaan di tengah masyarakat. Tak hanya itu,
keberadaan penyuluh dari Kemenag pun diharapkan mampu menyampaikan
nilai-nilai agama secara utuh dan benar kepada masyarakat.
"Penyuluh mudah-mudahan itu jadi garda terdepan. Keberadaannya sangat dibutuhkan," katanya.
Tetapi,
tugas untuk menjaga toleransi antar umat beraga menjadi tugas semua
pihak. Apalagi peran penyuluh keagamaan masih belum maksimal.
"Tidak hanya tugas penyuluh saja. Ini juga membutuhkan peran dari yang lain," ungkapnya.
Sementara
Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengatakan, nilai-nilai agama menjadi
faktor penting bagi kehidupan bernegara masyarakat Indonesia. Sebab
nilai-nilai agama mampu mempererat persatuan dan kesatuan berbangsa,
sehingga nilai agama tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat
dalam bernegara.
"Kita juga harus tahu, sebagian peraturan di kita pun diambil dari peraturan agama," ucapnya.
Lebih
lanjut dia mengatakan Agama merupakan ruh, sebab nilai agama harus jadi
pembentuk karakter bangsa yang majemuk, sehingga ajaran agama pun
menjadi penerang untuk kualitas kehidupan masyarakat.
Ia
menulai, dalam peringatan Hari Amal Bakti ke-71 ini harus menjadi
momentum untuk Kementerian Agama dalam meningkatkan kualitas dan
pelayanannya. Sebab kualitas pelayanan Kemenag terhadap masyarakat akan
mempengaruhi toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia.
"Jika ini tercapai, bukan tidak mungkin akan meningkatkan toleransi umat beragama di tengah masyarakat," pungkasnya. [ito]
Opini :
Opini :
Menurut saya, kita hidup dalam negara yang penuh dengan keragaman agama, suku, dan budaya. Meski kita berbeda agama, suku, dan budaya bukan berarti kita tidak bisa bersatu. Untuk mempersatukan perbedaan diantara kita, perlu adanya usaha yang maksimal yaitu dengan cara bertoleransi terhadap sesama manusia. Jika kita ingin sebuah kehidupan yang rukun, hamonis, aman, dan tentram maka kita harus menerapkan sikap toleransi dengan baik. Terutama menerapkan sikap toleransi dalam kehidupan beragama. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia sikap toleransi masih belum stabil, perlu adanya usaha untuk meningkatkan sikap toleransi. Mengapa kita perlu meningatkan sikap toleransi ? Karena di Indonesia masih sering terjadi intoleransi dan diskriminasi antar umat beragama. Yang disebabkan karena masyarakat memandang bahwa unsur agama adalah hal yang frusial. Padahal unsur agama adalah hal utama yang begitu penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Intoleransi dan diskriminasi juga bisa terjadi karena kurangnya kesadaran dalam bertoleransi dan kurangnya iman pada diri masing-masing setiap umat manusia yang memiliki keyakinan masing-masing. Kita semua tahu bahwa setiap agama, baik Islam, Kristen, dan agama-agama lainnya mengajarkan kebaikan dan hidup bertoleransi antar umat beragama. Namun pada kenyataannya justru konflik sering terjadi yang mengatas namakan harga diri karena untuk mempertahankan agama.
Agama seharusnya bisa menjadi energi positif untuk membangun nilai toleransi berguna untuk mewujudkan Negara yang adil dan sejahtera serta hidup berdampingan dalam perbedaan. Untuk itu kita perlu menyadari meski setiap agama tidak sama, namun pasti setiap agama mengajarkan sikap toleransi, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan dalam dunia majemuk dan diperlukan kesediaan menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan keyakinan agama yang berbeda.
Keanekaragaman itu indah bila kita menyadari dan mensyukuri setiap perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan itu sebagai warna-warni kehidupan, contohnya pelangi yang terdiri dari warna-warna yang berbeda namun menyatu untuk memancarkan keindahan. Untuk itu menyatukan umat manusia yang berbeda agama, suku, dan budaya diperlukan peningkatan toleransi dan iman yang kuat. Dengan iman yang kuat akan menjauhkan kita dari tindakan yang melanggar norma hukum dan norma agama. Iman juga dapat menyadarkan kita bahwa sikap diskriminasi terhadap umat agama lain dapat menjerumuskan kita pada dosa.
Solusi :
Cara yang dapat meningkatkan sikap toleransi yaitu :
a. Menumbuhkan rasa Kebangsaan dan Nasionalisme
b. Mengakui & menghargai hak asasi manusia
c. Tidak memaksakan kehendak orang lain dalam memilih agamanya
d. Memberikan bantuan pada setiap yang membutuhkan tanpa memandang perbedaan
e. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan
Sumber :
http://m.inilahkoran.com/berita/bandung/65300/kurang-belajar-agama-sebabkan-intoleransi-di-masyarakat
Link Gunadarma :
www.ilab.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar